Faktanya, tidak pernah ada umur yang terlalu muda atau terlalu tua untuk mulai berusaha. Rasulullah sudah
mulai bekerja sejak umur 12 tahun sebagai seorang pengembala domba. Inilah pekerjaan pertama Rasulullah sebagai karyawan yang membentuk karakternya. Pada umur 15 tahun beliau baru menjadi pengusaha saat ikut pamannya untuk berdagang ke Syams. Dengan segala keterbatasannya,
Rasulullah akhirnya menjadi salah seorang pengusaha yang dikagumi dan namanya tersohor se-jazirah Arab.
Jadi kalau Anda mengeluh karena terlahir
dari keluarga miskin, maka bandingkan dengan Rasulullah yang terlahir sebagai anak yatim tanpa ayah. Jika Anda mengeluh tidak bisa menjadi pengusaha karena berpendidikan rendah, bandingkan dengan Rasulullah yang tidak pernah sekolah.
Dan jika Anda mengeluh modal sebagai hambatan berwirausaha, maka bandingkan dengan Rasulullah yang tidak punya modal apapun selain dari mengembala domba.
Dengan begitu, tidak ada satu alasan pun yang bisa membenarkan Anda untuk menyerah dari medan pertempuran.
Contoh lainnya, Colonel Sanders memulai usaha ayam goreng saat dia pensiun sebagai tentara di umur 60 tahun.
Banyak orang yang menertawakannya saat itu. Namun dia tetap yakin dengan apa yang dilakukannya, dan akhirnya terbukti, Kentucky Fried Chicken menjadi salah satu restoran terfavorit orang-orang di berbagai belahan dunia. Anda bisa melihat bahwa semua orang berhak meraih sukses, muda ataupun tua.
Dalam suatu kesempatan makan siang bersama legenda pengusaha Indonesia, Bob Sadino, beliau menjelaskan perbedaan orang goblok dan orang pintar dalam berbisnis, “Assad, orang goblok itu gak banyak mikir kalau mau usaha makanya dia bilang risiko bisnis itu kecil, sehinggga langsung melakukannya. Sementara orang pintar itu banyak mikir makanya dia bilang risikonya besar, sehingga dia berusaha menghindar dari risiko tersebut, dan ujung-ujungnya tidak ada yang dikerjakan.”
Om Bob melanjutkan, “Gimana, enakan jadi orang goblok kan?” Hehehe..
Terlalu lama berpikir terkadang malah tidak membawa Anda kemanapun alias hanya diam di tempat. Perencanaan memang penting, namun jangan sampai itu melemahkan semangat dan nyali Anda untuk melangkah saat melihat risiko yang akan menghadang di depan. Ingat, semakin besar risiko yang akan dihadapi, maka semakin besar juga kemungkinan rezeki yang didapat. (bn/kompas)
*******
Tentang Menjadi “Bodoh”
- Orang “pintar” biasanya banyak ide, bahkan mungkin telalu banyak ide, sehingga tidak satupun yang menjadi kenyataan. Sedangkan orang “bodoh” mungkin hanya punya satu ide dan satu itulah yang menjadi pilihan usahanya
- Orang “bodoh” biasanya lebih berani dibanding orang “pintar”, kenapa ? Karena orang “bodoh” sering tidak berpikir panjang atau banyak pertimbangan. Dia nothing to lose. Sebaliknya, orang “pintar” telalu banyak pertimbangan.
- Sebagian besar orang “pintar” sangat pintar menganalisis. Setiap satu ide bisnis, dianalisis dengan sangat lengkap, mulai dari modal, untung rugi sampai break event point. Orang “bodoh” tidak pandai menganalisis, sehingga lebih cepat memulai usaha.
- Orang “Pintar” merasa mampu melakukan berbagai hal dengan kepintarannya termasuk mendapatkahn hasil dengan cepat. Sebaliknya, orang “bodoh” merasa dia harus melalui jalan panjang dan berliku sebelum mendapatkan hasil.
- Orang “Pintar” berlogika sehingga bermimpi sesuatu yang secara logika bisa di capai. Orang “bodoh” tidak perduli dengan logika, yang penting dia bermimpi sesuatu, sangat besar, bahkan sesuatu yang tidak mungkin dicapai menurut orang lain.
- Orang “Pintar” menganggap, untuk berbisnis perlu tingkat pendidikan tertentu. Orang “Bodoh” berpikir, dia pun bisa berbisnis.
- Orang “Pintar” yang hebat dalam analisis, sangat mungkin berpikir negatif tentang sebuah bisnis, karena informasi yang berhasil dikumpulkannya sangat banyak. Sedangkan orang “bodoh” tidak sempat berpikir negatif karena harus segera berbisnis.
- Orang “Pintar” berpikir “aku pasti bisa mengerjakan semuanya”, sedangkan orang “bodoh” menganggap dirinya punya banyak keterbatasan, sehingga harus dibantu orang lain.
- Orang “Pintar” menganggap sudah mengetahui banyak hal, tapi seringkali melupakan penjualan. Orang “bodoh” berpikir simple, “yang penting produknya terjual”.
- Orang “Pintar” sering menganggap remeh kata Fokus. Buat dia, melakukan banyak hal lebih mengasyikkan. Sementara orang “bodoh” tidak punya kegiatan lain kecuali fokus pada bisnisnya.
- Orang “Pintar” sering terlalu pede dengan kehebatannya. Dia merasa semuanya sudah Oke berkat kepintarannya sehingga mengabaikan suara konsumen. Orang “bodoh” ?. Dia tahu konsumen seringkali lebih pintar darinya.
- Orang “bodoh” kadang-kadang saja mengabaikan kualitas karena memang tidak tahu, maka tinggal diberi tahu bahwa mengabaikan kualitas keliru. Sednagnkan orang “pintar” sering mengabaikan kualitas, karena sok tahu.
- Orang “Pintar” dengan mudah beralih dari satu bisnis ke bisnis yang lain karena punya banyak kemampuan dan peluang. Orang “bodoh” mau tidak mau harus menuntaskan satu bisnisnya saja.
- Orang “Pintar” sering sok tahu dengan mengerjakan dan memutuskan banyak hal dalam waktu sekaligus, sehingga prioritas terabaikan. Orang “Bodoh” ? Yang paling mengancam bisnisnyalah yang akan dijadikan pioritas
- Banyak orang “Bodoh” yang hanya mengandalkan semangat dan kerja keras plus sedikit kerja cerdas, menjadikannya sukses dalam berbisnis. Dilain sisi kebanyakan orang “Pintar” malas untuk berkerja keras dan sok cerdas,
- Seorang “pintar” sekalipun tetap berperilaku bodoh dengan dengan mencampuradukan keuangan pribadi dan perusahaan.
- Orang “Pintar” merasa gengsi ketika gagal di satu bidang sehingga langsung beralih ke bidang lain, ketika menghadapi hambatan. Orang “Bodoh” seringkali tidak punya pilihan kecuali mengalahkan hambatan tersebut.