Ketika Anda menemukan jalan yang buntu dan semua pintu telah tertutup, ingatlah bahwa pintu yang tertutup tidak selalu terkunci.

Tangga Keberhasilan

Seperti katak dalam tempurung’, peribahasa ini sangat familiar bagi hampir semua orang yang pernah mengenyam bangku sekolah. Begitu pula maksud dari kalimat yang terangkai dari 4 kata tersebut, hampir semua orang juga memahaminya. Bagaikan katak dalam tempurung berarti seseorang yang sempit wawasan, sempit pengetahuan, atau pun sempit keyakinan. Yang menganggap bahwa apa yang dimilikinya saat
itu adalah puncak sebuah keberhasilan yang
tidak mungkin bisa lebih baik lagi, atau puncak kegagalan yang tak mungkin lagi terpecahkan.

Kurang lebih demikian penjabaran dari peribahasa ’seperti katak dalam tempurung’. Yang menjadi permasalahan adalah, tidak sedikit dari manusia yang tidak menyadari bahwa dirinya bagai seekor katak yang terkungkung dalam tempurung. Dirinya menganggap bahwa kondisi saat ini adalah kondisi terbaik bagi nasibnya. Tidak perlu neko-neko
atau aneh-aneh.

Bagi orang-orang yang seringkali dilanda kegagalan, falsafah ‘nrimo ing pandum’ pada umumnya menjadi pegangan yang dianggap paling tepat. Atau bagi orang yang merasa tidak memiliki bekal pengetahuan cukup, menyikapi nasib dengan sikap pasrah dan lemah. Sedang bagi sebagian orang yang mendapatkan sedikit ‘keberhasilan’ terburu-buru merasa bahwa saat ini adalah waktunya menikmati jerih payah. Masa banting tulang sudah terlewati, saatnya memanen sambil berleha-leha menikmati secangkir kopi. Ini lah sebenarnya ruang luas ‘comfort zone’ yang membuat lalai dan cepat puas atau putus asa.

Sangat banyak orang ingin menggapai puncak kesuksesan, dan tidak sedikit orang yang menggantungkan cita-cita setinggi langit. Namun, hanya sedikit di antaranya yang siap mengambil langkah besar menaiki tangga kesuksesan yang tentunya penuh dengan aral dan ujian. Bahkan sangat sedikit sekali orang-orang yang siap melewati resiko dengan keberanian dan kematangan pertimbangan. Justru, kebanyakan malah menghindari jalan terjal menuju kesuksesan. Mereka lebih senang dengan ‘alon-alon asal klakon’ dibanding berupaya keras menghancurkan pagar batu psikologis kita. Karena menganggap “inilah yang terbaik buat saya, tidak perlu ngoyo segala sesuatunya sudah ada yang ngatur”.

Padahal dunia ini penuh sesak dengan peluang dan kesempatan, tentunya bagi orang-orang yang mau melakukan ‘great jumping’ atau loncatan besar dalam hidup ini. Dan kesempatan itu tidak hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang ‘beruntung’ saja, tetapi juga bagi setiap orang yang memiliki motivasi untuk hidup lebih baik dan terus lebih baik lagi.

Siapa sangka seorang Mark Spancer yang hingga meninggal dunia tidak pernah bisa membaca dan menulis di akhir hayatnya memiliki puluhan outlet fashion pemilik merk ternama. Atau seorang Matsushita, dimana karena kemiskinannya hari berkabung atas kematian ayahnya hanya diketahui dan dihadiri 3 orang saja, dirinya, ibunya, dan saudaranya, namun dikemudian hari menjadi salah satu pengusaha sukses pemilik perusahan raksasa Matsushita atau kita biasa mengenal Panasonic Gobel. Dan masih banyak kisah-kisah nyata lainnya yang seharusnya dapat menjadi motivasi bagi setiap kita untuk mampu menaiki satu persatu anak tangga keberhasilan yang tiada ujung ini.

Lalu apa yang harus kita lakukan?

Hal pertama yang harus ada pada diri kita adalah ‘mimpi yang besar’, bukan angan-angan kosong. Bagaimana mungkin mampu meraih sukses besar jika untuk memimpikannya saja tidak berani? Mimpi akan menjadi energi tak terhabiskan untuk memburu cita-cita besar, sesulit apapaun, sejauh apa pun. Hal kedua, adalah dengan motivasi yang kuat. Sebagian yang diungkapkan oleh Matsushita dihadapan kematian ayahnya adalah, “Saat saya meninggal nanti, maka semua orang harus mengetahui kematian saya”. Dan waktu kemudian memberi bukti, saat kematian Matsushita tokoh-tokoh dunia seperti Bill Clinton menghadiri pemakamannya. Ketiga, adalah dengan berupaya keras merajut tangga keberhasilan meski kegagalan kadang menjadi penghambatnya. Dan terakhir adalah, berfikiran besar dan berani mengambil resiko dalam meraih tujuan.

Apa perbedaan seseorang yang sempit otak dengan orang yang berfikiran besar menyikapi tentang malam yang gelap gulita. Orang yang sempit otak akan berfikir bahwa, datangnya gelap pertanda tibanya waktu meluruskan badan dan meregangkan otot. Atau saatnya mengumpat dan mengumbar cacian karena tidak bisa berbuat apa-apa. Tetapi bagi orang yang berfikiran besar, maka gelap menjadi motivasi melakukan karya besar sebagaimana Alpha Thomas Edison bekerja keras menciptakan ‘cahaya’ untuk menaklukkan gelap. Meskipun orang-orang disekitarnya menganggap gila dan sesuatu pekerjaan yang sia-sia. 

Demikianlah kenyataanya, bahwa seringkali kita tidak menyadari bahwa kita seperti katak dalam tempurung. Merasa tidak mungkin bisa berubah lagi atau merasa besar dengan kekerdilan kita. Enggan mencoba melakukan loncatan besar untuk meraih kondisi yang lebih baik lagi karena merasa bahwa saat ini adalah waktunya menerima nasib atau memetik hasil.

Lalu mengapa tidak berfikir untuk mulai memecahkan tempurung yang mengungkung kita? Sebab diluar sana dunia masih begitu luas dan menjanjikan peluang dan kesempatan yang tiada batas!